Senin, 16 Oktober 2017

Peran Kepala Sekolah dalam Mewujudkan Komite Sekolah Bermutu





Peraturan Menteri Pendidikan  dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75  Tahun 2016 tentang Komite Sekolah (permendikbud nomor 75 tahun 2016) telah diterbitkan. Dalam peraturan ini, komite sekolah diartikan sebagai lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik,  tokoh masyarakat, dan komunitas sekolah yang peduli pendidikan. Fungsi komite sekolah adalah untuk meningkatan mutu pelayanan pendidikan.
Pelayanan pendidikan bermutu perlu dukungan komite sekolah bermutu. Dalam tulisan ini, komite sekolah dikatakan bermutu jika dipilih dan melaksanakan fungsinya sesuai dengan  permendikbud nomor 75 tahun 2016. Banyak faktor yang mempengaruhi terwujudnya komite sekolah bermutu. Tulisan ini hanya membahas peran kepala sekolah dalam mewujudkan komite sekolah bermutu di Sekolah Dasar. Peran kepala sekolah dimaksud,  yang tercantum dengan permendikbud nomor 75 tahun 2016.
Sebelum diterapkannya permendikbud nomor 75 tahun 2016, komite sekolah dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Banyak permasalahan terkait fungsi komite sekolah. Masih adanya unsur guru sebagai anggota komite sekolah memungkinkan terjadinya conflict of interest dari guru, tenaga kependidikan, penyelenggara sekolah, dan stakeholder lainnya. Peraturan ini juga belum mencantumkan nomenklatur yang tegas membedakan antara pungutan, sumbangan, dan bantuan. Hal ini membuka celah adanya pungutan berbalut sumbangan atau bantuan.
Pemerintah   menangani permasalahan pungutan liar (pungli) dengan serius. Bukti keseriusan adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Sektor pendidikan menduduki peringkat dua dari tujuh sektor pelayanan publik yang rawan pungli (data Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri). Kegiatan pungli di sekolah tentu memberatkan masyarakat kurang mampu.
Mencermati isi permendikbud nomor 75 tahun 2016, kita akan berfikir, “ini adalah angin segar untuk mewujudkan komite sekolah bermutu!”. Hal ini ada benarnya mengingat isi peraturan ini  merupakan revitalisasi komite sekolah. Beberapa poin penting dalam peraturan menteri ini yang merupakan revitalisasi komite sekolah adalah: (1) komite sekolah berperan sebagai check and balances penyelenggaraan sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan; (2) mekanisme rekrutmen dan keanggotaan komite sekolah berubah sehingga mengurangi kemungkinan adanya conflict of interest dari dewan guru dan staf, penyelenggara sekolah, serta stakeholder lainnya; (3) mekanisme akuntabilitas tentang ketersediaan dan penggunaan anggaran di sekolah yang dapat diketahui oleh seluruh stakeholders sekolah; (4) nomenklatur yang secara jelas membedakan pengertian: pungutan, sumbangan, dan bantuan; (5) kedudukan, fungsi, tugas komite sekolah semakin jelas.
Angin segar dapat menjadi hanya angin lalu jika kita tidak mampu menangkap dan memanfaatkannya. Oksigen sumber kesehatan dan kekuatan tidak kita dapatkan, karena banyak celah yang dapat membuat angin segar itu berkurang bahkan hilang.  Walaupun peraturan baik dan jelas, jika pelaksanaanya banyak penyimpangan, peraturan hanya menjadi dokumen pelengkap administrasi belaka.
Banyak pihak yang terlibat dalam  melaksanakan permendikbud nomor 75 tahun 2016. Sebagai gambaran, alur pelaksanaan peraturan menteri ini dari tingkat kabupaten/kota adalah: (1) dinas pendidikan kabupaten/kota mensosialisasikan kepada kepala dinas pendidikan kecamatan dan pengawas sekolah; (2) pengawas sekolah mensosialisasikan kepada kepala sekolah; (3) kepala sekolah mensosialisasikan kepada orangtua/wali peserta didik,  tokoh masyarakat, komunitas sekolah yang peduli pendidikan, dan warga sekolah; (4) pemilihan komite sekolah; 4) komite sekolah melaksanakan tugas.  Jika ada pihak tersebut di atas  yang tidak melaksanakan fungsi dengan baik,  dimungkinkan komite sekolah bermutu tidak akan terwujud.
Salah satu kondisi yang memprihatinkan adalah rendahnya partisipasi masyarakat terhadap proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan sekolah. Ketika diadakan rapat pleno wali murid, peserta hadir didominasi kaum perempuan dan orang tua usia lanjut. Berdasarkan hasil penelitian Balitbang Kemendiknas RI (dalam Zulkifli. 2015) tingkat partisipasi orang tua peserta didik dan masyarakat dalam hal dukungan pada penyelenggaraan pendidikan di sekolah masih rendah. Partisipasi dalam hal: penentuan kebijakan program dan pengawasannya, pengembangan iklim sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan pertemuan rutin   dengan rata-rata partisipasi 57,10%. Partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik justru tinggi dalam hal: mengawasi mutu sekolah, rapat orang tua peserta didik, pembayaran dan bentuk iuran sekolah per-bulan serta pembayaran uang untuk kepentingan peserta didik baru.
Partisipasi rendah juga terjadi pada komite sekolah. Komite sekolah diharapkan memberikan kontribusi demi kemajuan sekolah, namun secara umum belum memberikan hal yang diharapkan. Komite sekolah terkesan hanya sebagai lambang pelengkap struktur organisasi, menyerahkan penyusunan kebijakan pada kepala sekolah dan menandatangani dokumen jika sudah jadi, menandatangani RAPBS dan RKAS tanpa melihat isinya..
Rendahnya partisipasi orang tua peserta didik, masyarakat, dan komite sekolah adalah realita. Antara cita dan realita terjadi ketimpangan. Sinergitas antara komite sekolah dan kepala sekolah sangat diperlukan demi terwujudnya sekolah bermutu. Menghadapi permasalahan ini, harus ada pihak yang berjuang mewujudkan  komite sekolah sebagai lembaga mandiri yang bermutu. Mencermati uraian di atas, kepala sekolah merupakan salah satu pihak yang memiliki posisi strategis  mewujudkan impian ini.
Kepala sekolah disebut sebagai salah satu pihak yang mungkin melakukan pungli. Semua aturan yang dibuat manusia pasti ada celahnya. Kepala sekolah yang kurang bertanggung jawab mungkin melakukan pungli, namun yang jujur berdedikasi tidak hanya sekedar menghindari pungli tapi akan tampil sebagai pejuang mewujudkan komite sekolah bermutu. Pejuang di sini bukan berarti tampil sendiri, tetapi sebagai motor penggerak bagi pejuang-pejuang lain dengan prinsip gotong-royong. Pihak yang dapat diajak kerjasama misalnya: pengawas sekolah, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, orang tua peserta didik,  masyarakat, dan dunia usaha/industri
Upaya kepala sekolah dalam mewujudkan komite sekolah bermutu bukanlah pekerjaan mudah. Rendahnya tingkat partisipasi orang tua peserta didik dan masyarakat dalam hal dukungan pada penyelenggaraan pendidikan di sekolah merupakan faktor utama. Menghadapi kondisi demikian, kepala sekolah harus melakukan dua hal yaitu: (1) memfasilitasi pemilihan ulang komite sekolah berdasar permendikbud nomor 75 tahun 2016; (2) memberdayakan komite sekolah agar bermutu.
  Memfasilitasi pemilihan ulang komite sekolah dilakukan dengan langkah-langkah: (1) mensosialisasikan permendikbud nomor 75 tahun 2016; dan (2) pelaksanaan pemilihan komite sekolah. Langkah-langkah ini harus urut. Kegiatan sosialisasi permendikbud harus menjadi langkah pertama. Melalui sosialisasi ini menjadikan semua pihak yang terlibat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang benar sehingga dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
Sosialisasi dapat dilakukan melalui kerja sama dengan beberapa pihak yang menguasai materi: (1) pengawas sekolah; (2) tokoh pendidikan; (3) tokoh masyarakat; (4) orang tua peserta didik; dan (5) masyarakat. Peserta sosialisasi adalah: (1) orang tua/wali peserta didik; (2) masyarakat; (3) tokoh pendidikan;   (4) tokoh masyarakat; dan (5) kalangan dunia usaha/industri. Materi sosialisasi adalah permendikbud nomor 75 tahun 2016 dengan penekanan pada beberapa hal penting: (1) tugas dan fungsi komite sekolah; (2) makna revitalisasi komite sekolah; (3) pengertian sumbangan, bantuan, dan pungutan; (4) keanggotaan komite sekolah; dan (5) mendorong adanya kolaborasi peningkatan mutu pendidikan. Materi sosialisasi dapat disebar melalui media sosial: blog, website, facebook, dan WhatsApp.
Pembentukan ulang komite sekolah dilakukan melalui rapat orang tua/wali siswa, dipilih secara akuntabel dan bertanggung jawab. Kepala sekolah harus bersikap jujur dan bertanggung jawab dengan mengundang semua calon anggota komite sekolah berdasarkan kredibilitasnya dan sesuai aturan, bukan memilih orang-orang yang disukai. Kepala sekolah sebaiknya memusyawarahkan dengan orang tua/wali peserta didik siapa saja tokoh yang akan diundang sebagai calon anggota komite sekolah. Beberapa kriteria calon anggota komite sekolah adalah: (1) orang tua/wali siswa; (2) tokoh masyarakat, yaitu mempunyai pekerjaan dan perilaku hidup baik sebagai panutan masyarakat dan/atau anggota atau pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan; (3) pakar pendidikan, yaitu pensiunan pendidik atau orang yang berpengalaman di bidang pendidikan.  Ketentuan pemilihan harus mengacu dan tidak boleh bertentangan dengan permendikbud nomor 75 tahun 2016. Anggota komite sekolah terpilih ditetapkan oleh kepala sekolah.
Komite sekolah yang dipilih dengan pedoman permendikbud nomor 75 tahun 2016 adalah komite sekolah yang berpotensi bermutu. Dikatakan berpotensi, karena berdasarkan penelitian, tingkat partisipasi komite sekolah rendah. Kepala sekolah berperan sebagai motor penggerak meningkatkan partisipasi anggota komite sekolah dengan prinsip gotong-royong agar menjadi komite sekolah bermutu. Beberapa hal yang perlu dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan partisipasi komite sekolah adalah:
1.      Menghormati
Ucapan, sikap, dan tindakan menghormati menimbulkan rasa hormat dan senang bekerja sama
2.      Bersikap jujur, disiplin, dan dedikasi tinggi
Kepala sekolah jujur, disiplin, dan berdedikasi menjadikan komite sekolah percaya dan senang bekerja sama.
3.      Membina hubungan harmonis
Hubungan kekeluargaan harmonis adalah salah satu kunci keberhasilan kerja sama. Pekerjaan berat menjadi terasa ringan.
4.      Terbuka
Keterbukaan kepala sekolah dalam program sekolah dan keuangan menimbulkan rasa saling percaya
5.      Menunjukkan sikap membutuhkan
Ekspresi sikap membutuhkan adalah sikap menghormati keberadaan orang lain, meningkatkan rasa kepedulian.
6.      Melibatkan
Melibatkan komite sekolah dalam berbagai kegiatan sekolah meningkatkan rasa ikut memiliki. Komite sekolah merasa keberhasilan sekolah sebagai keberhasilannya.
7.      Belajar bersama
Tugas komite sekolah dalam beberapa hal memerlukan pengetahuan yang mungkin kurang dikuasai, misalnya menyusun ADART. Kepala sekolah tidak berkesan menggurui tetapi seolah mengajak belajar bersama.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kepala sekolah memiliki posisi strategis dalam mewujudkan komite sekolah bermutu.  Tingkat partisipasi masyarakat, orang tua/wali siswa, dan komite sekolah rendah,  digugah oleh kepala sekolah sebagai motor penggerak dengan prinsip gotong-royong. Kepala sekolah harus memiliki niat lurus, lapang dada, berdedikasi, dan taat aturan. Komite sekolah yang dipilih dan melaksanakan fungsi sesuai permendikbud nomor 75 tahun 2016, menjadi komite sekolah bermutu. Kolaborasi kepala sekolah dengan komite sekolah bermutu meningkatan mutu pelayanan pendidikan.
Disarankan kepada para kepala sekolah agar berupaya menjadi motor penggerak pemilihan ulang komite sekolah dengan pedoman permendikbud nomor 75 tahun 2016. Mutu layanan pendidikan adalah tanggung jawab bersama, orang tua/wali siswa, masyarakat, komite sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan semua pihak agar bergotong-royong meningkatkan partisipasinya.



                                        



Daftar Pustaka


Kemendikbud. 2016. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa, Nomor 22, Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Kepmendiknas. 2002. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Jakarta.
Peraturan Presiden. 2016. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Jakarta
Permendikbud. 2016. Peraturan Menteri Pendidikan  dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75  Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah. Jakarta.
Zulkifli. 2015. Komite Sekolah di antara Cita dan realita. Jurnal Potensia vol.14 Edisi 1 Januari-Juni 2015.
Girsang, CM. 2016. Komisi III-B Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan. Paparan Staf Ahli Menteri Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan.
Widyopramono. 2017. Delik Pungutan Liar dalam Layanan Publik. Paparan Workshop yang diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.